Kamis, 26 Juni 2014

Tentang Mimpi dan Realita

Sebuah kabar gembira datang dari beberapa penjuru dalam beberapa hari belakangan ini. Penjuru pertama berasal dari grup whatsapp alumni STAN angkatan tahun 2003, dimana saya juga tergabung di dalamnya, yang bersedia untuk memberikan bantuan untuk rumah baca yang sedang saya rintis. Penjuru selanjutnya berasal dari pengelola FS Peduli, bu Dhew, dan seorang kakak kelas di STAN, yang juga pengurus masjid Shalahudin di Kantor Pusat DJP, yang, katakanlah, memberikan angin segar untuk proposal pengadaan buku dan bahan bacaan lainnya yang sekarang sedang saya susun.

Penjuru ke tiga berasal dari dua orang teman di Facebook saya, om Dedy dan mas Ganang, yang berniat untuk mendonasikan koleksi buku-buku tak terpakainya kepada saya. Khusus untuk penjuru ke tiga ini saya masih membicarakan perihal teknis penyaluran bukunya kepada kedua teman saya tersebut. Semoga ada kabar baik.

Penjuru ke empat berasal dari grup Bursa Kolektor Parma. Saya sedang mengadakan lelang amal salah satu koleksi jersey Parma saya di grup itu dan semoga saja ada respon yang positif dari teman-teman di sana. Penjuru selanjutnya berasal dari salah satu grup whatsapp yang saya ikuti dimana salah satu membernya bersedia meneruskan proposal rumah baca kami ke beberapa penerbit di Jakarta.

Dari semua kabar baik yang menggembirakan dan menyemangati itu, ada juga kabar-kabar yang membuat saya tetap menjejakkan kaki di bumi. Semacam rambu yang membuat saya tetap ingat dengan eksistensi jiwa dimana ide besar ini akan tetap berdenyut dan tumbuh berkembang di masa depan. Di antara rambu-rambu tersebut adalah rendahnya minat baca di masyarakat. Istri saya bercerita kepada saya tentang usahanya menyampaikan ide rumah baca ini di forum arisan ibu-ibu yang diikutinya dan responnya ternyata cukup senyap. Mungkin momen saat menyampaikannya yang kurang tepat. Seorang ibu mengatakan bahwa dulu pernah ada perpustakaan di SD Muspratama yang hanya ramai beberapa saat saja tapi setelah itu sepi. Saya menggali cerita itu dan mendapatkan banyak sekali masukan tentang bagaimana cara saya untuk mengelola rumah baca ini ke depannya, di antaranya adalah soal koleksi buku yang beragam dan kegiatan yang tidak monoton. Saya juga diingatkan oleh seorang teman di facebook agar tak hanya terpaku pada buku bacaan saja, tapi juga pada kegiatan lain yang memungkinkan sebuah komunitas pembaca bisa bertahan dan berkembang melalui diversifikasi program dan juga kegiatan-kegiatan produktif lainnya. Mendapatkan rambu-rambu semacam ini, bukannya kendur, saya malah jadi bersemangat karena tantangan yang akan saya hadapi sudah jelas seperti apa bentuk-bentuknya.

Memang harus begitu. Ide yang berada di awang-awang harus dikaitkan dengan benang realita yang membuatnya tetap menjejak di bumi. Namun di luar itu semua, nyawa dari sebuah mimpi, bagi saya, adalah keyakinan yang kuat bahwa mimpi itu bisa diwujudkan. Saya tidak sedang menafikan posisi Tuhan di sini, tidak. Saya sedang menanamkan keyakinan di dalam hati saya bahwa saya insya Allah bisa mewujudkan mimpi ini menjadi nyata. Saya ingin menanamkan sebuah keyakinan dalam diri saya bahwa lebih baik saya mencoba dan saya gagal ketimbang menyesal karena gagal mencoba.

Karena Jackson Brown Jr., salah seorang penulis kenamaan Amerika pernah berkata, “Twenty years from now you will be more disappointed by the things that you didn't do than by the ones you did do. So throw off the bowlines. Sail away from the safe harbor. Catch the trade winds in your sails. Explore. Dream. Discover.

Bismillahi tawakkaltu ‘alallah. [rbjendelailmu]

Luwuk, Juni 2014 

0 komentar:

Posting Komentar