Apa kabar para pecinta buku? Semoga kabar baik untuk Anda semua. Kali ini saya mau melanjutkan komitmen saya untuk mengupdate blog ini setidak-tidaknya tiga atau empat hari sekali. Selambat-lambatnya setiap pekan sekali. Menulis adalah salah satu upaya saya untuk menjaga nyala api semangat di dalam dada. Di samping itu, ia adalah terapi bagi jiwa ini agar senantiasa menatap dunia dengan penuh harapan. Harapan yang positif.
Tulisan ini sebenarnya mau saya buat semalam. Tapi apa lacur, ketika saya baru mau menghidupkan laptop, listrik mati. Setelah menyalakan lampu darurat, saya kembali ke tempat saya berbaring. Menunggu dan menunggu. Saya sempat duduk sebentar di teras rumah, menikmati pucatnya cahaya bulan yang mengurapi gelapnya bumi selama beberapa menit, memandangi atap-atap rumah yang kesemuanya berwarna abu-abu tua, tapi listrik tak kunjung menyala. Saya pun masuk kembali ke dalam rumah, memperbaiki posisi ketiga putri saya yang tidur di ruang tamu lalu tertidur.
Beberapa hari belakangan ini ada banyak peristiwa yang berlangsung seputar persiapan launching Rumah Baca Jendela Ilmu. Peristiwa yang semakin menyemangati saya agar melakukan persiapan yang serius. Orang-orang yang bertemu dengan saya baik di dunia maya maupun nyata selalu bertanya: kapan rumah bacanya dibuka? Pertanyaan yang masih sulit saya jawab karena persiapannya yang masih berkelit-kelindan dengan kegiatan lain. Namun saya tetap memberikan jawaban yang paling ‘aman’ buat saya meski saya tidak yakin dengan jawaban itu: semoga akhir Agustus ini lah.
Ketidakyakinan saya menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dikarenakan saya belum mendapat kepastian dari pihak-pihak terkait yang hendak saya undang dalam acara launching itu. Target saya memang sangat tinggi: saya hendak mengundang wakil bupati Banggai, bapak Herwin Yatim. Saya juga menargetkan beberapa nama untuk saya undang meski itu berarti harus seiring sejalan pula dengan persiapan dana yang tidak sedikit. Tapi saya harus mampu menyemangati diri saya sendiri. Apa yang tampak tidak mungkin dan berat dijalani seharusnya tidak menurunkan semangat saya, malah sebaliknya. Saya merasa tertantang untuk menuntaskan masalah-masalah itu dalam tempo waktu yang semakin sempit dari waktu yang saya targetkan.
Alhamdulillah, di balik keruwetan-keruwetan yang melanda pikiran saya, ada banyak kabar gembira yang menyuntikkan energi tak tergantikan bagi saya. Kabar gembira pertama datang dari mas Nanang yang memastikan sejumlah uang dengan nominal yang cukup besar untuk didonasikan kepada rumah baca. Uang itu, ujar saya kepada mas Nanang, rencananya akan saya belikan lemari dan juga mengirimkan buku-buku yang masih tertahan di collecting point di Jurangmangu. Oh iya, mas Nanang ini teman seangkatan saya di STAN 2003. Sedangkan dana yang ingin disalurkannya kepada saya itu adalah dana alumni yang terkumpul setelah hajatan Reuni Akbar Ikanas Keuangan tahun 2013 yang lalu. Saya memang sempat mengirimkan proposal kepada teman-teman di STAN 2003 yang dulu saya tulis secara sekilas di sini. Terima kasih kepada mas Nanang dan teman-teman STAN 2003. Semoga bantuan ini memberikan keberkahan bagi kita semua. Amin.
Kabar gembira selanjutnya datang dari seorang teman di Facebook yang hendak mengadakan tukar guling buku-buku koleksinya dengan jersey-jersey yang saya jual. Saya menyetujui tawaran itu dan kami melakukan kontak yang intens sejak bulan puasa kemarin. Setelah melalui obrolan-obrolan yang panjang, tibalah penetapan waktu untuk bertemu. Kawan saya itu mau datang ke rumah di Jurangmangu pada hari Senin (11/8) sore untuk melihat-lihat koleksi jersey saya. Berhubung waktu itu saya masih riweuh mengantarkan anak-anak diurut ke rumah mertua, saya hanya ingin proses tukar guling ini berjalan sederhana. Saya menyilakannya datang ke rumah untuk bertemu dengan adik saya, Nino. Tak seberapa lama, ia menyebutkan nama jersey ini dan itu, sekian dan sekian. Saya lalu menimbang-nimbang dan menyetujuinya. Singkat cerita, transaksi yang berlangsung antara Jurangmangu-Luwuk itu selesai dalam hitungan menit. Saya mengucapkan terima kasih atas bantuannya dan menanti kedatangan buku-buku itu ke Luwuk. Alhamdulillah.
Berikutnya adalah kabar gembira lainnya. Pada tanggal 1 Agustus 2014 yang lalu, saya membuka pre order kaos Ennio Tardini di grup Bursa Kolektor Parma di facebook. Semua keuntungan dari pre order itu rencananya akan saya salurkan untuk rumah baca ini. Alhamdulillah, peminatnya cukup banyak. Saya sudah bisa menghitung-hitung keuntungan bersih yang akan masuk: cukup untuk mengirim satu dus berisi buku seberat 15-20 kg sepertinya, hehe. Apapun itu, alhamdulillah dan terima kasih atas partisipasi teman-teman. Semoga sebelum bulan Agustus ini berakhir, kaos itu sudah bisa diterima oleh para pemesan.
Terkhusus kabar gembira yang terakhir ini, saya ingin cerita yang agak panjang.
Hari Ahad (10/8) kemarin, saya mendapatkan bantuan dari akhuna Heru yang sudah bersedia dititipi buku sekardus ke Luwuk. Sejak lebaran, saya memang sudah meminta tolong kepadanya agar saya bisa menitip sekardus buku ketika ia berangkat ke Luwuk. Ia menyetujuinya. Maka pada Sabtu (9/8), saya menyuruh adik untuk pergi ke Cipondoh mengantarkan buku-buku itu. Singkat cerita, buku itu sudah sampai ke Luwuk hari Ahad kemarin saat saya menjemput Heru dan keluarganya di bandara sepulang acara aqiqah anaknya pak Udin di desa Koyoan.
Buku-buku yang baru datang (kecuali Orhan Pamuk, karena itu koleksi pribadi saya hehe) |
Sesampai di rumah, saya membongkar paket berisi sekitar 30an buku itu. Saat memandangi lemari buku yang ada di ruang tamu, saya berkata kepada istri bahwa kita perlu membeli lemari baru karena lemari yang ada sepertinya sudah tidak muat menampung buku-buku lainnya. Obrolan bertema lemari ini terus berlangsung sampai keesokan harinya. Kami masih berdiskusi soal lemari sampai Selasa (12/8) pagi saat saya dan dirinya berangkat ke “kantor” kami masing-masing. Berbagai kemungkinan kami bahas. Plan A begini, plan B begitu. Nama calon tukang oprek lemari pun sudah kami kantongi. Namun saat obrolan itu dipertajam ke soal anggaran, well, kami cuma bisa cengar-cengir sambil berandai-andai ada dana yang bisa digunakan untuk membeli lemari karena dana dari STAN 2003 waktu itu, dan sampai saya buat tulisan ini, belum cair. Mungkin mbak Feny, teman seangkatan saya lainnya di KPP PMB yang memegang dana itu, belum sempat mentransfer. Tidak apa. Namun, tertundanya transferan dana itu ternyata mengandung hikmah tersendiri. Hikmah yang menjadi jawaban dari doa dan harap saya dan istri untuk memiliki lemari buku baru. Rupanya, Allah menjawab doa kami lebih cepat.
Lemari baru |
Sesampai di rumah, ada telepon masuk ke seluler saya. Sebuah nomor asing yang tampaknya sudah dua kali me-misscall saya. Mungkin ini pengantar lemari. Saat telepon itu saya terima, ternyata benar. Lemari itu ternyata mirip dengan lemari milik saya yang ada di ruang tengah hanya saja ukurannya sedikit lebih kecil. Lemari yang sangat bagus. Alhamdulillah.
Di samping kabar-kabar yang ada di atas, ada kabar gembira lainnya, hasil dari pertemuan saya dengan seseorang di BTN Km 5. Khusus bagian ini akan saya ceritakan di tulisan yang lain, insya Allah.
Semangat! [rbjendelailmu]
Kilongan, Agustus 2014
0 komentar:
Posting Komentar