Sabtu, 12 Juli 2014

Kunjungan ke Lurah Kilongan Permai

Paytua lagi ke luar. Ada urusan di Kilo Dua”, ujar ibu paruh baya itu.

“Tapi barangkali sabantar lagi dia so mo pulang, soalnya so dari tadi dia ada pigi”, lanjutnya.

“Ada nomor beliau yang bisa saya hubungi, bu?”  tanya saya.

Ibu itu lalu memanggil salah satu putrinya yang tak seberapa lama kemudian datang kepada saya dan langsung mendiktekan nomor seluler bapaknya. Selesai mencatat nomor itu, saya lalu menekan ikon telepon di telepon seluler saya. Beberapa detik kemudian, saya berbicara dengan suara di seberang sana yang sepertinya mengangkat teleponnya di pinggir jalan. Suara kendaraan lalu lalang terdengar dari ujung telepon. Saya berkata bahwa saya sudah ada di rumah Pak Lurah dan mau ada perlu dengannya.

“Sebentar saya so mo meluncur kesitu. Ada sementara di jalan, ini”, teriaknya.

Sore itu, selepas shalat Ashar, saya meng-sms Kak Ayat (Hidayat Monoarfa) untuk bertanya apakah ia sudah ada di rumah. Beberapa detik kemudian ia membalas bahwa ia sudah ada di rumahnya. Kami berdua memang sudah janjian sejak pagi untuk saling bertemu sore ini. Insinyur Hidayat Monoarfa, atau biasa disapa Kak Ayat, adalah Anggota Legislatif DPRD Kabupaten Banggai dari Fraksi PKS periode 2009-2014. Ini adalah bulan-bulan terakhir masa pengabdiannya sebagai anggota legislatif. Pemilu 2014 lalu tidak menghasilkan suara yang cukup untuk mengantarnya kembali ke Parlemen Lalong sehingga digantikan oleh Ustadz H. Iswan Kurnia Hasan Lc. MA yang meraup suara terbanyak di PKS pada daerah pemilihan (dapil) 1 yang juga dapilnya.

Kak Ayat adalah anggota dewan yang punya kepedulian tinggi dengan dunia pendidikan di Kabupaten Banggai. Selain aktif sebagai pengurus di BKPRMI dan Dompet Dhuafa, wajahnya kerap kali muncul di koran lokal dalam event-event sosial. Beliau juga sekaligus fasilitator Beasiswa Smart Ekselensia untuk wilayah Kabupaten Banggai. Saya dan beliau sesekali berdiskusi tentang dunia pendidikan di daerah ini. Kedatangan saya ke rumahnya sore itu demi meminta tolong kepadanya untuk menemani saya berkunjung ke rumah Lurah Kilongan Permai, bapak Baharullah Arsad, yang rumahnya ternyata bertetangga dengan tempat tinggal Kak Ayat di Jole.

Saat datang ke rumahnya yang terletak di dalam gang sempit, saya mendapatinya sedang bersantai. Ia mengenakan baju koko dan celana panjang putih. Saya berbincang sebentar dengan beliau perihal niat kedatangan saya ke rumahnya sore itu. tak sampai lima menit kami berbincang, ia lalu mengajak saya berjalan ke rumah Pak Lurah yang ternyata hanya berjarak sekitar tiga puluh meter dari rumahnya.

“Itu de pe rumah ada di belakang sini”, katanya sambil menunjuk ke arah belakang rumahnya.

Sesampainya di rumah Pak Lurah, kami disambut oleh istrinya dan disilakan duduk di ruang tamu untuk menunggu kedatangan suaminya yang masih ada di luar. Aneka foto tergantung di dinding. Ada foto keluarga, ada foto pelantikannya sebagai lurah, dan foto-foto lainnya. Kak Ayat bercerita bahwa rumah ini dulunya adalah rumah orangtuanya pak Baharullah. Pak Baharullah sendiri belum lama pindah dari tempat tinggalnya terdahulu di Tontouan sebelum akhirnya pindah ke Jole, aku Kak Ayat. Saya manggut-manggut.

Tak sampai sepuluh menit menunggu, Pak Baharullah pun datang. Ia tampak santai dengan kaus dan celana tiga perempat. Wajahnya tersenyum ramah saat menyalami saya. Setelah berbasa-basi sebentar, ia menanyakan perihal kedatangan saya sore itu. Kak Ayat memukaddimahi pertemuan itu dengan memperkenalkan saya kepada pak Baharullah. Setelah itu, forum diserahkan kepada saya dan saya mulai menjelaskan kedatangan saya ke rumahnya sore itu. Sekitar lima menit saya menjelaskan tentang saya, rencana saya, termasuk menyorongkan draft proposal yang sudah saya buat kepadanya untuk dibaca-baca.

Selesai menyimak saya berbicara, ia lalu mengambil kacamata bacanya di atas bufet dan menekuri proposal hitam putih yang saya serahkan barusan. Ia bertanya tentang hal-hal detil seperti lokasi jelasnya dimana, target rumah bacanya untuk siapa, koleksi buku yang saat ini ada berapa banyak, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya. Saya coba menjawab semua pertanyaan itu dengan sebaik mungkin yang dibalasnya dengan anggukan kepala berkali-kali. Batin saya, kalau bapak ini banyak bertanya, artinya beliau memerhatikan kata-kata saya dan proposal yang ada di tangannya pasti dibaca. Saya juga memerhatikan Kak Ayat yang tampak menyimak kata-kata saya dengan seksama.

“Kalo saya pribadi, rencana sebagus ini harus didukung, siapa tahu nanti bisa dikembangkan lagi kepada kegiatan-kegiatan lainnya”, katanya sambil menyebutkan beberapa kegiatan yang semuanya sudah saya cantumkan di dalam proposal.

“Saya memang punya rencana seperti itu pak, makanya saya butuh semacam legalisasi dari pemerintah daerah, dalam hal ini bapak sebagai Lurah Kilongan supaya rencana ini bisa direalisasikan”, terang saya.

“Te mungkin saya mo tolak kalo ada warga yang punya niat baik macam bagini, pak” katanya sambil tertawa. Saya dan Kak Ayat ikutan tertawa.

“Jadi begini. Pak buat saja draft surat rekomendasi yang bapak maksud tadi, nanti saya tinggal tanda-tangan saja”, ujarnya.

“Baik. Senin besok insya Allah saya ke kantor. Bapak nggak ada rencana ke luar kota kan?” tanya saya. Ia menggeleng mantap.

“Tidak. Saya ada di kantor. Nanti pak datang saja” ujarnya ramah.

Selain obrolan tentang rumah baca, kami juga sempat berbincang tentang suasana pencapresan dan segala hiruk-pikuknya. Dari uraian-uraian yang disampaikannya, dalam hati saya membatin, bapak ini sepertinya pendukung capres nomor satu, hehe.

Suara pengajian dari speaker masjid Jole sudah mulai terdengar. Kak Ayat memberi kode kepada kami bahwa waktu berbuka sudah semakin dekat. Saya pamit undur diri dan mengucapkan terima kasih kepada Pak Baharullah yang sudah meluangkan waktunya untuk menemui saya. Draft proposal yang saya bawa saya serahkan kepadanya.

“Untuk bapak pelajari, barangkali ada yang mau dikase tambah”, ujar saya.

“So bole ini. So mantap!” katanya lugas.

Sepulang dari rumah pak lurah, kak Ayat mengantar saya sampai ke tempat saya memarkir mobil. Ia lalu membantu saya agar saya dapat memutar mobil saya dengan nyaman dengan cara membuka pintu pagar tempat ia memarkir mobilnya. Saya mengucapkan terima kasih kepadanya dan berharap agar bisa kembali bertemu lain waktu. Sore semakin mendekat. Jalan Urip Sumoharjo masih dipenuhi dengan pembeli kue berbuka. Saya melajukan mobil ke arah Puge untuk mengantarkan sesuatu ke sana sebelum memutuskan untuk pulang. Benar-benar hari yang menggembirakan. Semoga semuanya berjalan dengan lancar. [rbjendelailmu]



Luwuk, Juli 2014

0 komentar:

Posting Komentar