Jumat, 11 Juli 2014

Perjalanan Baru Akan Dimulai

Peristiwa demi peristiwa yang hadir di ruang waktu kita secara bertubi-tubi akhir-akhir ini sebenarnya bisa jadi semacam trigger yang sangat bagus untuk meluaskan cakrawala berpikir sekaligus meningkatkan perbendaharaan pengetahuan kita agar ke depan kita bisa berpikir dan berlaku bijak sebelum bersikap. Apalagi jika sikap itu kita tunjukkan ke muka publik yang menuntut level pertanggungjawaban berbeda dengan sikap yang hanya ditunjukkan pada kalangan terbatas, dan homogen.

Coba lihat hingar-bingar quick count yang tiba-tiba saja mengisi ruang waktu kita, baik di dunia maya maupun nyata. Obrolan-obrolan tentang perkembangan rekapitulasi suara pelbagai versi berlangsung di teras masjid, di dego-dego, di kios, di pasar, di dalam rumah, bahkan saat ceramah mubaligh berlangsung ketika shalat tarawih menjadi indikator-indikatornya.

Awalnya saya tertarik mengikuti perkembangan yang ada dan sesekali ikut larut dalam kegaduhan itu. Istri saya pun tak ketinggalan. Ia kerap bertanya tentang kondisi ‘perang’ klaim yang berlangsung secara banal di media-media yang seharusnya mencerdaskan masyarakat, bukan justru membuat bingung mereka. Tapi pada akhirnya, saya merasa bahwa diskusi yang ada bukannya semakin ilmiah dan berjalan dengan kepala dingin, tapi justru sebaliknya. Orang-orang yang dulu terkenal dengan objektifitasnya mendadak mengeluarkan statement profan yang malah menghancurkan nama baik yang telah lama disandangnya. Para peneliti yang identik dengan nalar dan logika berbalik menjadi manusia bergelimang nafsu merasa benar sendiri dan mengkooptasi kebenaran hanya miliknya pribadi dan bukan sebaliknya. Benar-benar melelahkan.

Itulah sebabnya, saya berkata kepada istri agar tak lagi menghiraukan hiruk-pikuk yang ada di media, dan fokus saja dengan tugas yang sedang diembannya saat ini. Saya juga berpesan kepada teman-teman saksi dari PKS yang sedang merekap formulir C1 sepanjang siang dan malam agar tetap fokus dengan kerja mereka dan tidak menghiraukan kegaduhan yang sedang terjadi di luar sana.

Di luar itu semua, saya merasa perlu untuk menuliskan beberapa progres terkait Rumah Baca Jendela Ilmu yang bayangannya kerap menguasai hari-hari saya. Sebagaimana yang telah saya kronik di blog ini tempo hari, ada banyak kabar gembira yang datang kepada saya terkait perkembangan Rumah Baca. Soal ini nanti akan saya tulis secara lebih rinci di bagian tersendiri.

Khusus dalam tulisan ini, saya ingin menuliskan beberapa rencana saya ke depan. Rencana ini perlu saya dokumentasikan di blog ini agar ada semacam "tagihan" yang dapat dilihat setiap waktu dan karenanya harus saya penuhi agar tagihan itu tidak jatuh tempo dan terlupakan.

Dus, berikut adalah rencana saya.

Akhir pekan ini, saya berencana untuk mengunjungi Sekretaris Lurah Kilongan Permai. Saya belum tahu siapa namanya. Yang saya tahu beliau tinggal di komplek BTN Nusagriya, tak jauh dari rumah saya. Ada beberapa poin yang ingin saya sampaikan kepadanya perihal rencana merealisasikan Rumah Baca ini menjadi nyata termasuk meminta masukan dan pertimbangan yang siapa tahu bisa berguna ke depannya. Saya merasa bahwa usaha ini tidak akan sanggup saya emban sendirian. Bukan karena saya pesimis dan tidak yakin dengan ide saya, bukan. Lebih karena saya ingin menyinergikan potensi-potensi yang ada masyarakat sehingga mereka bisa berperan aktif dalam usaha ini. Selain itu, dengan melibatkan lebih banyak orang, saya ingin melebarkan informasi tentang Rumah Baca ini ke lebih banyak pihak supaya saya bisa menggali sumber-sumber donatur yang bisa diajak bekerja sama, termasuk calon relawan yang siap untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan yang sudah saya susun, atau mungkin dikoreksi dan diperbaiki.

Selain akan berkunjung ke Sekretaris Lurah Kilongan Permai, saya juga berniat untuk bersilaturahim dengan Kak Ayat (Hidayat Monoarfa, Aleg DPRD PKS 2009-2014) yang dulu pernah saya ajak bicara panjang lebar mengenai pandangan saya tentang dunia perbukuan di Luwuk. Saya merasa perlu berbicara dengannya supaya saya punya sedikit “modal” untuk menemui pihak lain yang rencananya juga akan saya temui, Kepala Perpustakaan Daerah, Bapak Kamil Datu Adam. Semua hal yang saya tuliskan di bagian ini masih sebatas rencana dan saya juga masih mencari-cari waktu yang cocok untuk bertemu dengan orang-orang yang sibuk itu.

Pada akhirnya, saya sadar bahwa usaha meningkatkan minat baca masyarakat di daerah ini tidak akan mudah. Saya sudah mempersiapkan diri andaikata usaha saya menemui jalan terjal dan kesulitan dengan membaca kisah dari orang-orang yang memutuskan untuk berjalan di jalan yang sunyi dan jauh dari hingar-bingar ini. Saya juga merasa perlu untuk meresonansi semangat saya dengan istri supaya saya tidak merasa sendiri-sendiri amat karena ada rekan seperjalanan yang siap menguatkan saya ketika lelah dan menyemangati saya ketika saya bosan. Perjalanan baru akan dimulai.

Semoga Allah mudahkan urusan ini. Amin. [rbjendelailmu]


Luwuk, Juli 2014 

0 komentar:

Posting Komentar